Senin, 26 Desember 2011

pola hidup elit kaum birokrat di kabupaten sampang

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang mengacu pada paradigma definisi sosial, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis. Dalam penelitian ini peneliti berusaha memahami gambaran gaya hidup elit birokrat, bagaimana elit birokrat memahami makna terhadap perilaku yang dilakukannya dalam melakukan interaksi dengan masyarakat. Penelitian ini diselenggarakan di wilayah Kabupaten Sampang, dengan mengambil lokasi di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Sampang. Subyek penelitian ini adalah Bupati dan Wakil Bupati. Sekretaris daerah, pejabat eselon II dan III yang menduduki posisi strategis. Dengan pertimbangan bahwa pemilihan subyek tersebut dapat menjawab permasalahan mengenai gambaran gaya hidup elit birokrat di Kabupaten Sampang. Teknik pengumpulan data didasarkan pada dua kelompok pengumpulan data, yakni data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh melalui buku-buku, artikel, hasil-hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam dengan subyek penelitian. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis domain, taksonomi dan komponensial. Dari temuan data yang diperoleh melalui seperangkat daftar pertanyaan maupun melalui wawancara mendalam terhadap subyek penelitian, telah didapat kenyataan sebagai berikut: gaya hidup yang mengarah pada pola hidup konsumtif telah terjadi dalam wujud kecenderungan mengkonsumsi barang kebutuhan secara ekspresif dan beraspek erzats. Pola gaya hidup yang dikembangkan elit birokrat, merupakan bentuk resistensi terhadap kemapanan kontruksi sosial masyarakat Hal ini sejalan dengan pemikiran Mike Fitherstone, bahwa aspek pola konsumsi masyarakat kota tidak hanya diarahkan demi memenuhi kebutuhan riil atau transaksi ekonomi murni, tetapi juga demi status dan gengsi. Dari hasil temuan data diperoleh informasi bahwa dari segi kesempatan sebagian besar subyek penelitian tidak mempunyai kesempatan setiap hari berbelanja, khususnya berbelanja ke pusat-pusat perbelanjaan yang ada di kota Surabaya. sedangkan untuk ke pasar sebagian besar subyek penelitian menugaskan pembantu rumah tangga untuk berbelanja. Akan tetapi sebagian besar subyek penelitian tidak mempermasalahkan faktor harga, jarak tempuh, alat transportasi dan waktu. Dalam mengkonsumsi barang sebagian besar tidak memperhatikan faktor harga, karena dalam kehidupan sehari-hari mempunyai pendapatan yang lebih dari cukup. Mayoritas subyek penelitian tidak mengenal skala prioritas dalam mengkonsumsi barang. Yang paling utama mereka perhatikan adalah faktor kenyamanan, kualitas, kelengkapan, dan prestise. Hal ini tercermin dalarn perilaku berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan seperti SOGO dan pusat perbelanjaan yang lain. Kehidupan kota yang penuh dengan aktivitas kerja yang padat, kegiatan rekreasi menjadi sebuah kebutuhan pokok bagi para elit birokrat. Hal ini terlihat dari motivasi dalam melakukan kegiatan rekreasi bersama keluarga dan teman, yaitu untuk melepas kepenatan dan ketegangan fisik dan rohani, dan tidak sedikit yang memiliki motivasi untuk meningkatkan status dan gengsi. Tanah dan rumah yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, membuat hampir seluruh subyek penelitian berlomba-lomba untuk memiliki tanah dan rumah lebih dari satu. Motivasi dalam kegiatan tersebut ,yaitu untuk investasi di masa yang akan datang dan tidak sedikit yang memiliki motivasi untuk meningkatkan status dan gengsi. Dari lokasi pemilikan tanah dan rumah pun berada di lokasi-lokasi strategis dm elit, baik di dalam kota maupun di luar kota seperti Surabaya, Malang dan Batu. Kedudukan dan jabatan dalarn karier menjadi lahan untuk meningkatkan status sosial dan gengsi di masyarakat. Hal menarik yang diperoleh di lapangan, telah terjadi sebuah praktek jual beli jabatan di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Sampang, untuk menduduki jabatan yang strategis atau basah tiap individu harus mengeluarkan uang berkisar antara 20 juta sampai dengan 40 juta bahkan lebih, tergantung dari posisi dan lobi yang dilakukan dengan tim Baperjakat. Hal yang lebih menarik kegiatan yang bersifat religius pun tidak lepas dari unsur gaya hidup dan peningkatan status sosial. Misalnya ritual ibadah haji, dalam masyarakat Madura semakin sering seorang individu masyarakat melaksanakan ritual ibadah haji makaprevilens sertaprestise yang akan diperoleh dari masyarakat akan semakin meningkat. Mereka akan dihormati, disegani, bahkan tutur kata-nya pun akan menjadi panutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar