Rabu, 30 November 2011

jamu gendong dan pola hidup alami warga dusun kiringan

SEPINTAS Dusun Kiringan tak beda dengan dusun sekitarnya yang ada di kawasan Desa Canden, Kecamatan Jetis, Bantul, Yogyakarta. Sebuah kawasan pedesaan yang kental dengan nuansa pertanian. Hamparan sawah yang nyaris mengepung areal dusun ini menjadi penyangga utama perekonomian mereka.
Namun, jika ditelisik lebih jauh ada yang unik di sini yang tak dimiliki dusun lainnya. Keunikan yang kasat mata, dusun ini sejak lama menjadi pusat jamu gendong. Sedangkan keunikan yang tak kasat mata adalah pola hidup, atau lebih populernya disebut gaya hidup, warga dusun ini yang lebih berorientasi alam.
Pembuatan jamu tradisional di dusun ini sudah dilakukan oleh nenek moyang mereka. Secara turun-temurun, “ilmu” jamu itu terwariskan secara alami, tanpa dorongan yang bersifat formal. “Saya sendiri tak ingat sejak kapan warga di sini membuat jamu. Seingat saya, sejak saya kecil di sini sudah ada jamu,” kata Ny. Sudiyatmi (50), yang sudah 21 tahun menjabat sebagai Kepala Dusun Kiringan.
Ada sekitar 115 kepala keluarga (KK), khususnya para ibu-ibu, yang saat ini menggeluti pembuatan jamu. Penduduk Dusun Kiringan sendiri saat ini berjumlah sekitar 250-an kepala keluarga. Selain membuat, mereka juga mengonsumsi sendiri. Bahkan, hampir semua para ibu-ibu di dusun ini mampu meracik jamu sendiri.
Ada puluhan jenis jamu yang mereka buat, antara lain beras kencur, uyup-uyup, kunir asem, dan cabe puyang. Bahan-bahan pembuatan jamu semuanya herbal, di antaranya ada kencur, jahe, sunti, empon-empon, kunyit, temu ireng, dan temu lawak. Bahan-bahan tersebut selain mereka budidayakan sendiri, ada juga yang dibeli dari pasar.
Aktivitas membuat jamu diawali pada pagi hari setelah subuh. Pagi sekitar pukul 08.00 mereka mulai memasarkan ke luar dusun dari pintu ke pintu. Pulang ke rumah kadang hingga petang. “Kalau belum habis, ya, belum pulang. Soalnya jamu kan kalau tersisa harus dibuang,” kata Ponijah (46), yang wilayah pasarnya di kawasan Desa Sumbermulyo, sekitar 6 kilometer dari rumahnya. (Singgir Kartono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar